Kamis, 07 April 2011

seputar ambulans

Di Indonesia, banyak penderita cedera, keracunan, serangan jantung atau kegawat-daruratan yang lain yang meninggal di rumah atau dalam perjalanan ke rumah sakit karena penatalaksanaan yang tidak memadai. Padahal angka kematian di rumah atau dalam perjalanan ke rumah sakit dapat dikurangi jika ada pelayanan gawat darurat yang dapat segera menghampiri penderita, dan dalam perjalanan penderita kemudian didampingi oleh paramedik dan ambulans yang memadai. Oleh karena itu masyarakat perlu mengerti fungsi ambulans dan mudah mendapatkan ambulans. 
Harus segera dimaklumi, bahwa pada hakekatnya pelayanan gawat darurat yang seharusnya pergi ke penderita, dan bukan penderita yang dibawa ke pelayanan gawat darurat. Ini mengandung konsekuensi, bahwa ambulans yang datang ke penderita, dan kemudian membawanya ke rumah sakit, haruslah merupakan suatu “Unit Gawat Darurat berjalan”, sebaiknya dengan perlengkapan gawat darurat yang lengkap, dan petugas medik yang ber-keterampilan dalam penanganan gawat darurat. 
Transportasi penderita gawat darurat dari tempat kejadian ke rumah sakit sampai sekarang masih dilakukan dengan bermacam-macam kendaraan, hanya sebagian kecil saja dilakukan dengan ambulan. Dan ambulannya bukan ambulan yang memenuhi syarat tetapi ambulan biasa. Bila ada bencana dengan sendirinya para korban akan diangkut dengan segala macam kendaraan tanpa koordinasi yang baik.

Syarat penderita
Seorang penderita gawat darurat dapat ditransportasikan bila penderita tersebut siap (memenuhi syarat) untuk ditransportasikan, yaitu:
Gangguan pernafasan dan kardiovaskuler telah ditanggulangi – resusitasi : bila diperlukan, perdarahan dihentikan, luka ditutup, patah tulang di fiksasi dan selama transportasi (perjalanan) harus di monitor :
a. Kesadaran
b. Pernafasan
c. Tekanan darah dan denyut nadi
d. Daerah perlukaan

Prinsip transportasi Pre Hospital
Untuk mengangkat penderita gawat darurat dengan cepat & aman ke RS / sarana kesehatan yang memadai, tercepat & terdekat.
a. Panduan mengangkat penderita
• Kenali kemampuan diri dan kemampuan team work
• Nilai beban yang diangkat,jika tidak mampu jangan dipaksa
• Selalu komunikasi, depan komando
• Ke-dua kaki berjarak sebahu, satu kaki sedikit kedepan
• Berjongkok, jangan membungkuk saat mengangkat
• Tangan yang memegang menghadap ke depan (jarak +30 cm)
• Tubuh sedekat mungkin ke beban (+ 50 cm)
• Jangan memutar tubuh saat mengangkat
• Panduan tersebut juga berlaku saat menarik/mendorong

b. Pemindahan emergency :
• Tarikan baju
• Tarikan selimut
• Tarikan lengan
• Ekstrikasi cepat (perhatikan kemungkinan terdapat fraktur servical)

Panduan memindahkan penderita (secara emergency, non emergency)
a. Contoh pemindahan emergency adalah :
• Ada api, bahaya api atau ledakan
• Ketidakmampuan menjaga penderita terhadap bahaya lain
• Usaha mencapai penderita lain yang lebih urgen
• Rjp penderita tidak mungkin dilakukan di tkp tersebut
Catatan : “ apapun cara pemindahan penderita selalu ingat kemnungkinan patah tulang leher (servical) jika penderita trauma “
b. Pemindahan non emergency :
• Pengangkatan dan pemindahan secara langsung
• Pengangkatan dan pemindahan memakai sperei
(tidak boleh dilakukan jika terdapat dugaan fraktur servical)
c. Mengangkat dan mengangkut korban dengan satu atau dua penolong :
• Penderita sadar dengan cara :
human crutch ” – satu / dua penolong, yaitu dengan cara dipapah dengan dirangkul dari samping
• Penderita sadar tidak mampu berjalan
Untuk satu penolong dengan cara :
piggy back “ yaitu di gendong, dan “ cradel “ yaitu di bopong, serta “ drag “ yaitu diseret
Untuk dua penolong dengan cara :
two hended seat “ yaitu ditandu dengan kedua lengan penolong, atau “ fore and aft carry “ yaitu berjongkok di belakang penderita.
• Penderita tidak sadar
Untuk satu penolong dengan cara:
“ cradel “ atau “ drag “
Untuk dua penolong dengan cara :
“ fore and aft carry “
5. Syarat alat transportasi
Syarat alat transportasi yang dimaksud disini adalah :
a. Jenis ambulans 
• AGD Transportasi
Transportasi penderita
• AGD 
Mampu menanggulangi gangguan A (airway), B (breathing), C (circulation) dalam batas-batas Bantuan Hidup Dasar. Juga dilengkapi dengan alat-alat ekstrikasi, fiksasi, stabilisasi dan transportasi
Dilengkapi dengan semua alat/obat untuk semua jenis kegawat-daruratan medik 
• AGD Sepeda Motor 
Tentu saja motor ini bukan alat evakuasi, namun lebih bersifat “membawa UGD ke penderita”. Peralatannya seperti AGD

b. AGD harus mampu:
• Idealnya sampai di tempat pasien dalam waktu 6-8 menit agar dapat mencegah kematian karena sumbatan jalan nafas, henti nafas, henti jantung atau perdarahan masif (“to save life and limb”)
• Berkomunikasi dengan pusat komunikasi, rumah sakit dan ambulans lainnya
• Melakukan pertolongan pada persalinan
• Melakukan transportasi pasien dari tempat kejadian ke RS atau dari RS ke Rs
• Menjadi rumah sakit lapangan dalam penanggulangan bencana.
c. Alat-alat medis
Alat – alat medis yang diperlukan adalah : resusitasi : manual, otomatik, laringgoskop, pipa endo / nasotracheal, o2, alat hisap, obat-obat, infus, untuk resusitasi-stabilisasi : balut, bidai, tandu (vakum matras), ecg transmitter ”, incubator, untuk bayi, alat-alat untuk persalinan
Alat-alat medis ini dapat disederhanakan sesuai dengan kondisi local. Tiap ambulan dapat berfungsi untuk penderita gawat darurat sehari-hari maupun sebagai RS lapangan dalam keadaan bencana, karena diperlengkapi dengan tenda sehingga dapat menampung 8 – 10 penderita , alat hisap : – 1 manual- 1 otomatik – dengan o2- 1 dengan mesin, botol infus sehingga kalau ada 10 ambulan, 200 penderita dapat segera dipasang infus. Dan 2 x 10 – 20 tenaga perawat “ ccn “
d. Personal
Ketenagaan pada ambulans sebaiknya sudah terlatih ambulance crew.
e. Lingkaran tugas paramedik
Pada dasarnya tugas di ambulans adalah lingkaran tugas yang terdiri atas persiapan – respons - kontrol TKP - akses - penilaian awal keadaan penderita dan resusitasi – ekstrikasi – evakuasi – transportasi ke rumah sakit yang sesuai, lalu kembali ke persiapan.
• Persiapan
Fase persiapan dimulai saat mulai bertugas atau kembali ke markas setelah menolong penderita
• Respons
Pengemudi harus dapat mengemudi dalam berbagai cuaca. Cara mengemudi harus dengan cara defensif (defensive driving). Rotator selalu dinyalakan, sirene hanya dalam keadaan terpaksa. Mengemudi tanpa mengikuti protokol, akan mengakibatkan cedera lebih lanjut, baik pada diri sendiri, lingkungan maupun penderita.
• Kontrol TKP
Diperlukan pengetahuan mengenai daerah bahaya, harus diketahui cara parkir, serta kontrol lingkungan.
• Akses ke penderita 
Masuk ke dalam rumah atau ke dalam mobil yang hancur, tetap harus memakai prosedur yang baku.
• Penilaian keadaan penderita dan pertolongan darurat
Hal ini sedapatnya dilakukan sebelum melakukan ekstrikasi ataupun evakuasi.
• Ekstrikasi 
Mengeluarkan penderita dari jepitan memerlukan keahlian tersendiri. Penderita mungkin berada di jalan raya, dalam mobil, dalam sumur, dalam air ataupun dalam medan sulit lainnya. Setiap jenis ekstrikasi memerlukan pengetahuan tersendiri, agar tidak menimbulkan cedera lebih lanjut.
• Evakuasi dan transportasi penderita
6. Cara transportasi 
Sebagian besar penderita gawat darurat di bawa ke rumah sakit dengan menggunakan kendaraan darat yaitu ambulan. Tujuan dari transportasi ini adalah memindahkan penderita dengan cepat tetapi aman, sehingga tidak menimbulkan perlukaan tambahan ataupun syock pada penderita. Jadi semua kendaraan yang membawa penderita gawat darurat harus berjalan perlahan-lahan dan mentaati semua peraturan lalu lintas.
• Bagi petugas ambulan berlaku :
Waktu berangkat mengambil penderita, ambulan jalan paling cepat 60 km/jam. Lampu merah (rorator) dinyalakan, “ sirine “ kalau perlu di bunyikan Waktu kembali kecepatan maksimum 40 km/jam, lampu merah (rorator) dinyalakan dan “ sirine “ tidak boleh dibunyikan Semua peraturan lalu lintas tidak boleh dilanggar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar